Sumber: http://harmoni-my.org
Dicatat Oleh: Bicara
Marhaen | 01:27:16
| 19042012
Nabi Ibrahim adalah putera Aaazar {Tarih} bin Tahur bin Saruj bin
Rau' bin Falij bin Aaabir bin Syalih bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh a.s. Ia
dilahirkan di sebuah tempat bernama "Faddam A'ram" dalam kerajaan
"Babylon" yang pada waktu itu diperintah oleh seorang raja bernama
"Namrud bin Kan'aan."
Kerajaan Babylon pada masa itu termasuk kerajaan yang makmur
rakyat hidup senang, sejahtera dalam keadaan serba cukup sandang mahupun
pandangan serta saranan-saranan yang menjadi keperluan pertumbuhan jasmani
mereka. Akan tetapi tingkatan hidup rohani mereka masih berada di tingkat
jahiliah. Mereka tidak mengenal Tuhan Pencipta mereka yang telah mengurniakan
mereka dengan segala kenikmatan dan kebahagiaan duniawi. Persembahan mereka
adalah patung-patung yang mereka pahat sendiri dari batu-batu atau terbuat dari
lumpur dan tanah.
Raja mereka Namrud bin Kan'aan menjalankan tampuk pemerintahnya
dengan tangan besi dan kekuasaan mutlak. Semua kehendaknya harus terlaksana dan
segala perintahnya merupakan undang-undang yang tidak dapat dilanggar atau di
tawar. Kekuasaan yang besar yang berada di tangannya itu dan kemewahan hidup
yang berlebih-lebihan yang ia nikmati lama-kelamaan menjadikan ia tidak puas
dengan kedudukannya sebagai raja. Ia merasakan dirinya patut disembah oleh
rakyatnya sebagai tuhan. Ia berfikir jika rakyatnya mahu dan rela menyembah
patung-patung yang terbina dari batu yang tidak dapat memberi manfaat dan
mendatangkan kebahagiaan bagi mereka, mengapa bukan dialah yang disembah
sebagai tuhan. Dia yang dapat berbicara, dapat mendengar, dapat berfikir, dapat
memimpin mereka, membawa kemakmuran bagi mereka dan melepaskan dari
kesengsaraan dan kesusahan. Dia yang dapat mengubah orang miskin menjadi kaya
dan orang yang hina-dina diangkatnya
menjadi orang mulia. di samping itu
semuanya, ia adalah raja yang berkuasa dan memiliki negara yang besar dan luas.
Di tengah-tengah masyarakat yang sedemikian buruknya lahir dan
dibesarkanlah Nabi Ibrahim dari seorang ayah yang bekerja sebagai pemahat dan
pedagang patung. Ia sebagai calon Rasul dan pesuruh Allah yang akan membawa
pelita kebenaran kepada kaumnya,jauh-jauh telah diilhami akal sihat dan fikiran
tajam serta kesedaran bahawa apa yang telah diperbuat oleh kaumnya termasuk
ayahnya sendiri adalah perbuat yang sesat yang menandakan kebodohan dan
kecetekan fikiran dan bahawa persembahan kaumnya kepada patung-patung itu
adalah perbuatan mungkar yang harus di banteras dan diperangi agar mereka
kembali kepada persembahan yang benar ialah persembahan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, Tuhan pencipta alam semesta ini.
Semasa remajanya Nabi Ibrahim sering disuruh ayahnya keliling kota
menjajakan patung-patung buatannya namun karena iman dan tauhid yang telah
diilhamkan oleh Tuhan kepadanya ia tidak bersemangat untuk menjajakan
barang-barang itu bahkan secara mengejek ia menawarkan patung-patung ayahnya
kepada calon pembeli dengan kata-kata:" Siapakah yang akan membeli
patung-patung yang tidak berguna ini? "
Nabi Ibrahim as mendapatkan tempat khusus di sisi Allah SWT.
Ibrahim termasuk salah satu nabi ulul azmi di antara lima nabi di mana Allah
SWT mengambil dari mereka satu perjanjian yang berat. Kelima nabi itu adalah
Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad saw - sesuai
dengan urutan diutusnya mereka. Ibrahim adalah seorang nabi yang diuji oleh
Allah SWT dengan ujian yang jelas. Yaitu ujian di atas kemampuan manusia biasa.
Meskipun menghadapi ujian dan tantangan yang berat, Nabi Ibrahim tetap
menunjukkan sebagai seorang hamba yang menepati janjinya dan selalu menunjukkan
sikap terpuji. Allah SWT berfirman:
"Dan Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji. " (QS.
an-Najm: 37)
Allah SWT menghormati Ibrahim dengan penghormatan yang khusus.
Allah SWT menjadikan agamanya sebagai agama tauhid yang murni dan suci dari
berbagai kotoran, dan Dia menjadikan akal sebagai alat penting dalam menilai
kebenaran bagi orang-orang yang mengikuti agama-Nya. Allah SWT berfirman:
"Dan tidak ada yang benar kepada agama Ibrahim, melainkan
orang yang memperbodoh dirinya sendiri dan sungguh Kami telah memilihnya di
dunia dan sesungguhnya Dia di akhirat benar-benar termasuk orang yang
soleh." (QS. al-Baqarah: 130)
Allah SWT memuji Ibrahim dalam flrman-Nya:
"Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat
dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah
dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan). " (QS. an- Nahl:
120)
Termasuk keutamaan Allah SWT yang diberikan-Nya kepada Ibrahim
adalah, Dia menjadikannya sebagai imam bagi manusia dan menganugerahkan pada
keturunannya kenabian dan penerimaan kitab (wahyu). Oleh kerana itu, kita
dapati bahawa setiap nabi setelah Nabi Ibrahim as adalah anak-anak dan
cucu-cucunya. Ini semua merupakan bukti janji Allah SWT kepadanya, di mana Dia
tidak mengutus seorang nabi kecuali datang dari keturunannya. Demikian juga
kedatangan nabi yang terakhir, yaitu Nabi Muhammad saw, adalah sebagai wujud
dari terkabulnya doa Nabi Ibrahim yang diucapkannya kepada Allah SWT di mana ia
meminta agar diutus di tengah-tengah kaum yang umi seorang rasul dari mereka.
Ketika kita membahas keutamaan Nabi Ibrahim dan penghormatan yang Allah SWT
berikan kepadanya, nescaya kita akan mendapatkan hal-hal yang menakjubkan.
Kita di hadapan seorang manusia dengan hati yang suci. Manusia
yang ketika diperintahkan untuk menyerahkan diri ia pun segera berkata, bahawa
aku telah menyerahkan diriku kepada Pengatur alam semesta. Ia adalah seorang
Nabi yang pertama kali menamakan kita sebagai al- Muslimin (orang-orang yang
menyerahkan diri). Seorang Nabi yang doanya terkabul dengan diutusnya Muhammad
bin Abdullah saw. la adalah seorang Nabi yang merupakan datuk dan ayah dari pada
nabi yang datang setelahnya. Ia seorang Nabi yang lembut yang penuh cinta kasih
kepada manusia dan selalu kembali kepada jalan kebenaran. Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun
lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah." (QS. Hud: 75)
"(Yaitu): Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim." (QS.
as-Shaffat: 109)
Demikianlah Allah SWT sebagai Pencipta memperkenalkan hamba-Nya
Ibrahim. Tidak kita temukan dalam kitab Allah SWT penyebutan seorang nabi yang
Allah SWT angkat sebagai kekasih-Nya kecuali Ibrahim. Hanya ia yang Allah SWT
khususkan dengan firman-Nya:
"Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya."
(QS. an- Nisa': 125)
Para ulama berkata bahawa al-Hullah adalah rasa cinta yang sangat.
Demikianlah pengertian dari ayat tersebut. Allah SWT mengangkat Ibrahim sebagai
kekasih-Nya. Ini merupakan suatu kedudukan yang mulia dan sangat tinggi. Di
hadapan kedudukan yang tinggi ini, Ibrahim duduk dan merenung: aku telah
memperoleh dan apa yang aku peroleh. Hati apakah yang ada di dalam diri Nabi
Ibrahim, rahmat apa yang diciptakan, dan kemuliaan apa yang dibentuk, dan cinta
apa yang diberikan. Sesungguhnya puncak harapan para pejalan rohani dan tujuan
akhir para sufi adalah "merebut" cinta Allah SWT. Bukankah setiap
orang membayangkan dan mengangan-angankan untuk mendapatkan cinta dari Allah
SWT? Demikianlah harapan setiap manusia.
Nabi Ibrahim adalah seorang harnba Allah SWT yang berhak
diangkat-Nya menjadi al-Khalil (kekasih Allah SWT). Itu adalah darjat dari
darjat- darjat kenabian yang kita tidak mengetahui nilainya. Kita juga tidak
mengetahui bagaimana kita menyifatinya. Berapa banyak pernyataan- pernyataan
manusia berkaitan dengan hal tersebut, namun rasa-rasanya ia laksana penjara
yang justru menggelapkannya. Kita di hadapan kurnia Ilahi yang besar yang
terpancar dari cahaya langit dan bumi. Adalah hal yang sangat mengagumkan
bahawa setiap kali Nabi Ibrahim mendapatkan ujian dan kepedihan, beliau justru
menciptakan permata. Adalah hal yang sangat menghairankan bahawa hati yang suci
ini justru menjadi matang sejak usia dini.
Al-Quran al-Karim tidak menceritakan tentang proses kelahirannya
dan masa kecilnya. Kita mengetahui bahawa di masa Nabi Ibrahim manusia terbagi
menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama menyembah patung- patung yang terbuat
dari kayu dan batu. Kelompok kedua menyembah bintang dan bulan dan kelompok
ketiga menyembah raja-raja atau penguasa. Cahaya akal saat itu padam sehingga
kegelapan memenuhi segala penjuru bumi. Akhirnya, kehausan bumi untuk
mendapatkan rahmat dan kelaparannya terhadap kebenaran pun semakin meningkat.
Dalam suasana yang demikianlah Nabi Ibrahim dilahirkan. Ia dilahirkan dari
keluarga yang mempunyai keahlian membuat patung atau berhala. Disebutkan bahawa
ayahnya meninggal sebelum ia dilahirkan kemudian ia diasuh oleh pamannya di
mana pamannya itu menduduki kedudukan ayahnya. Nabi Ibrahim pun memanggil
dengan sebutan-sebutan yang biasa ditujukan kepada seorang ayah. Ada juga ada
yang mengatakan bahawa ayahnya tidak meninggal dan Azar adalah benar-benar
ayahnya. Ada pendapat lain yang mengatakan bahawa Azar adalah nama salah satu
patung yang cukup terkenal yang dibuat oleh ayahnya. Alhasil, Ibrahim berasal
dari keluarga semacam ini.
Kepala keluarga Ibrahim adalah salah seorang seniman yang terbiasa
memahat patung-patung sehingga profesion si ayah mendapatkan kedudukan istimewa
di tengah-tengah kaumnya. Keluarga Nabi Ibrahim sangat dihormati. Dalam bahasa
kita saat ini bisa saja ia disebut dengan keluarga aristokrat. Dari keluarga
semacam ini lahir seorang anak yang mampu menentang penyimpangan dari
keluarganya sendiri, dan menentang sistem masyarakat yang rosak serta melawan
berbagai macam ramalan para dukun, dan menentang penyembahan berhala dan
bintang, serta segala bentuk kesyirikan. Akhirnya, beliau mendapatkan ujian
berat saat beliau dimasukkan ke dalam api dalam keadaan hidup- hidup. Kita
tidak ingin mendahului peristiwa tersebut. Kami ingin memulai kisah Nabi
Ibrahim sejak masa kecilnya. Nabi Ibrahim adalah seseorang yang akalnya
cemerlang sejak beliau berusia muda. Allah SWT menghidupkan hatinya dan akalnya
dan memberinya hikmah sejak masa kecilnya.
Nabi Ibrahim mengetahui saat beliau masih kecil bahawa ayahnya
seseorang yang membuat patung-patung yang unik.[1] Pada suatu hari, ia bertanya
terhadap ciptaan ayahnya kemudian ayahnya memberitahunya bahawa itu adalah
patung-patung dari tuhan-tuhan. Nabi Ibrahim sangat kehairanan melihat hal
tersebut, kemudian timbul dalam dirinya - melalui akal sehatnya - penolakan terhadapnya.
Uniknya, Nabi Ibrahim justru bermain-main dengan patung itu saat ia masih
kecil, bahkan terkadang ia menunggangi punggung patung-patung itu seperti
orang- orang yang biasa menunggang keldai dan binatang tunggangan lainnya. Pada
suatu hari, ayahnya melihatnya saat menunggang punggung patung yang bernama
Mardukh. Saat itu juga ayahnya marah dan memerintahkan anaknya agar tidak
bermain-main dengan patung itu lagi.
Ibrahim bertanya: "Patung apakah ini wahai ayahku? Kedua
telinganya besar, lebih besar dari telinga kita." Ayahnya menjawab:
"Itu adalah Mardukh, tuhan para tuhan wahai anakku, dan kedua telinga yang
besar itu sebagai simbol dari kecerdasan yang luar biasa." Ibrahim tampak
tertawa dalam dirinya padahal saat itu beliau baru menginjak usia tujuh tahun.
Injil Barnabas melalui lisan Nabi Isa menceritakan kepada kita,
bahawa Nabi Ibrahim mengejek ayahnya saat beliau masih kecil. Suatu hari,
Ibrahim bertanya kepada ayahnya: "Siapa yang menciptakan manusia wahai
ayahku?" Si ayah menjawab: "Manusia, kerana akulah yang membuatmu dan
ayahku yang membuat aku." Ibrahim justru menjawab: "Tidak demikian
wahai ayahku, kerana aku pernah mendengar seseorang yang sudah tua yang
berkata: "Wahai Tuhanku mengapa Engkau tidak memberi aku anak."
Si ayah berkata: "Benar wahai anakku, Allah yang membantu
manusia untuk membuat manusia namun Dia tidak meletakkan tangan-Nya di
dalamnya. Oleh kerana itu, manusia harus menunjukkan kerendahan di hadapan
Tuhannya dan memberikan korban untuk-Nya." Kemudian Ibrahim bertanya lagi:
"Berapa banyak tuhan-tuhan itu wahai ayahku?" Si ayah menjawab:
"Tidak ada jumlahnya wahai anakku." Ibrahim berkata: "Apa yang
aku lakukan wahai ayahku jika aku mengabdi pada satu tuhan lalu tuhan yang lain
membenciku kerana aku tidak mengabdi pada-Nya? Bagaimana terjadi persaingan dan
pertentangan di antara tuhan? Bagaimana seandainya tuhan yang membenciku itu
membunuh tuhanku? Boleh jadi ia membunuhku juga."
Si ayah menjawab dengan tertawa: "Kamu tidak perlu takut
wahai anakku, kerana tidak ada permusuhan di antara sesama tuhan. Di dalam
tempat penyembahan yang besar terdapat ribuan tuhan dan sampai sekarang telah
berlangsung tujuh puluh tahun. Meskipun demikian, belum pernah kita mendengar
satu tuhan memukul tuhan yang lain." Ibrahim berkata: "Kalau begitu
terdapat suasana harmonis dan kedamaian di antara mereka."Si ayah
menjawab: "Benar."
Ibrahim bertanya lagi: "Dari apa tuhan-tuhan itu diciptakan?
Orang tua itu menjawab: "Ini dari kayu-kayu pelepah kurma, itu dari
zaitun, dan berhala kecil itu dari gading. Lihatlah alangkah indahnya. Hanya
saja, ia tidak memiliki nafas." Ibrahim berkata: "Jika para tuhan
tidak memiliki nafas, maka bagaimana mereka dapat memberikan nafas? Bila mereka
tidak memiliki kehidupan bagaimana mereka memberikan kehidupan? Wahai ayahku,
pasti mereka bukan Allah." Mendengar ucapan Ibrahim itu, sang ayah menjadi
berang dan marah sambil berkata: "Seandainya engkau sudah dewasa nescaya
aku pukul dengan kapak ini."
Ibrahim berkata: "Wahai ayahku, jika para tuhan membantu
dalam penciptaan manusia, maka bagaimana mungkin manusia menciptakan tuhan?
Jika para tuhan diciptakan dari kayu, maka membakar kayu merupakan kesalahan
besar, tetapi katakanlah wahai ayahku, bagaimana engkau menciptakan tuhan-tuhan
dan membuat baginya tuhan yang cukup baik, namun bagaimana tuhan-tuhan
membantumu untuk membuat anak-anak yang cukup banyak sehingga engkau menjadi
orang yang paling kuat di dunia?"
Selesailah dialog antara Ibrahim dan ayahnya dengan terjadinya
pemukulan oleh si ayah terhadap Ibrahim. Kemudian berlalulah hari demi hari dan
Ibrahim menjadi besar. Sejak usia anak-anak, hati Ibrahim menanam rasa benci
terhadap patung-patung yang dibuat oleh ayahnya sendiri. Ibrahim tidak habis
mengerti, bagaimana manusia yang berakal membuat patung-patung dengan tangannya
sendiri kemudian setelah itu ia sujud dan menyembah terhadap apa yang
dibuatnya.
Ibrahim memperhatikan bahawa patung-patung tersebut tidak makan
dan minum dan tidak mampu berbicara, bahkan seandainya ada seseorang yang
membaliknya ia tidak mampu bangkit dan berdiri sebagaimana asalnya. Bagaimana
manusia membayangkan bahawa patung-patung tersebut dapat mendatangkan bahaya
dan memberikan manfaat? Pemikiran ini banyak merisaukan Ibrahim dalam tempo
yang lama. Apakah mungkin semua kaumnya bersalah sementara hanya ia yang benar?
Bukankah yang demikian ini sangat menghairankan?
Kaum Nabi Ibrahim mempunyai tempat penyembahan yang besar yang
dipenuhi berbagai macam berhala. Di tengah-tengah tempat penyembahan itu
terdapat mihrab yang diletakkan di dalamnya patung- patung yang paling besar.
Ibrahim mengunjungi tempat itu bersama ayahnya saat ia masih kecil. Ibrahim
memandang berhala-berhala yang terbuat dari batu-batuan dan kayu itu dengan
pandangan yang menghinakan. Hal ini sangat menghairankan masyarakat pada saat
itu kerana saat memasuki tempat penyembahan itu, mereka menampakkan ketundukan
dan kehormatan di hadapan patung-patung. Bahkan mereka menangis dan memohon
berbagai macam hal. Seakan-akan patung- patung itu mendengar apa yang mereka
keluhkan dan bicarakan.
Mula-mula pemandangan tersebut membuat Ibrahim tertawa kemudian
lama-lama Ibrahim marah. Hal yang menghairankan baginya bahawa manusia-manusia
itu semuanya tertipu, dan yang semakin mempersulit masalah adalah, ayah Ibrahim
ingin agar Ibrahim menjadi dukun saat ia besar. Ayah Ibrahim tidak menginginkan
apa-apa kecuali agar Ibrahim memberikan penghormatan kepada patung-patung itu,
namun ia selalu mendapati Ibrahim menentang dan meremehkan patung-patung itu.
Pada suatu hari Ibrahim bersama ayahnya masuk di tempat
penyembahan itu. Saat itu terjadi suatu pesta dan perayaan di hadapan
patung-patung, dan di tengah-tengah perayaan tersebut terdapat seorang tokoh
dukun yang memberikan pengarahan tentang kehebatan tuhan berhala yang paling
besar. Dengan suara yang penuh penghayatan, dukun itu memohon kepada patung
agar menyayangi kaumnya dan memberi mereka rezeki. Tiba-tiba keheningan saat
itu di pecah oleh suara Ibrahim yang ditujukan kepada tokoh dukun itu: "Hai
tukang dukun, ia tidak akan pernah mendengarmu. Apakah engkau meyakini bahawa
ia mendengar?" Saat itu manusia mulai kaget. Mereka mencari dari mana asal
suara itu. Ternyata mereka mendapati bahawa suara itu suara Ibrahim. Lalu tokoh
dukun itu mulai menampakkan kerisauan dan kemarahannya. Tiba-tiba si ayah
berusaha menenangkan keadaan dan mengatakan bahawa anaknya sakit dan tidak
mengetahui apa yang dikatakan.
Lalu keduanya keluar dari tempat penyembahan itu. Si ayah menemani
Ibrahim menuju tempat tidurnya dan berusaha menidurkannya dan meninggalkannya
setelah itu. Namun, Ibrahim tidak begitu saja mahu tidur ketika beliau melihat
kesesatan yang menimpa manusia. Beliau pun segera bangkit dari tempat tidurnya.
Beliau bukan seorang yang sakit. Beliau merasa dihadapkan pada peristiwa yang
besar. Beliau menganggap mustahil bahawa patung-patung yang terbuat dari
kayu-kayu dan batu- batuan itu menjadi tuhan bagi kaumnya. Ibrahim keluar dari
rumahnya menuju ke gunung. Beliau berjalan sendirian di tengah kegelapan. Beliau
memilih salah satu gua di gunung, lalu beliau rnenyandarkan punggungnya dalam
keadaan duduk termenung. Beliau memperhatikan langit. Beliau mulai bosan
memandang bumi yang dipenuhi dengan suasana jahiliah yang bersandarkan kepada
berhala.
Tidak lama setelah Nabi Ibrahim memperhatikan langit kemudian
beliau melihat-lihat berbagai bintang yang disembah di bumi. Saat itu hati Nabi
Ibrahim - sebagai pemuda yang masih belia - merasakan kesedihan yang luar
biasa. Lalu beliau melihat apa yang di belakang bulan dan bintang. Hal itu
sangat mengagumkannya. Mengapa manusia justru menyembah ciptaan Tuhan? Bukankah
semua itu muncul dan tenggelam dengan izin- Nya. Nabi Ibrahim mengalami dialog
internal dalam dirinya. Allah SWT menceritakan keadaan ini dalam surah al-An'am:
"Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya
Azar: 'Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan?
Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata.' Dan
demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda- tanda keagungan (Kami yang
terdapat) di langit dan di bumi, dan Kami (memperlihatkannya) agar Ibrahim itu
termasuk orang-orang yang yakin. Ketika malam menjadi gelap, dia melihat sebuah
bintang (lalu) dia berkata: 'Inilah Tuhanku,' tetapi tatkala bintang itu
tenggelam, dia berkata: 'Saya tidak suka kepada yang tenggelam.'" (QS.
al-An'am: 74-76)
Al-Quran tidak menceritakan kepada kita peristiwa atau suasana
yang dialami Ibrahim saat menyatakan sikapnya dalam hal itu, tapi kita merasa
dari konteks ayat tersebut bahawa pengumuman ini terjadi di antara kaumnya. Dan
tampak bahawa kaumnya merasa puas dengan hal tersebut. Mereka mengira bahawa
Ibrahim menolak penyembahan berhala dan cenderung pada penyembahan bintang.
Kita ketahui bahawa di zaman Nabi Ibrahim manusia menjadi tiga bahagian.
Sebahagian mereka menyembah berhala sebahagian lagi menyembah bintang, dan
sebahagian yang lain menyembah para raja. Namun di saat pagi, Nabi Ibrahim
mengingatkan kaumnya dan membikin mereka terkejut di mana bintang-bintang yang
diyakininya kelmarin kini telah tenggelam. Ibrahim mengatakan bahawa ia tidak
menyukai yang tenggelam. Allah SWT berfirman:
"Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang
(lalu) dia berkata:
'Inilah Tuhanku.'" (QS. al-An'am: 76)
Ibrahim kembali merenung dan memberitahukan kaumnya pada malam
kedua bahawa bulan adalah tuhannnya. Kaum Nabi Ibrahim tidak mengetahui atau
tidak memiliki kapasiti logik yang cukup atau kecerdasan yang cukup, bahawa
sebenarnya Ibrahim ingin menyedarkan dengan cara sangat lembut dan penuh cinta.
Bagaimana mereka menyembah tuhan yang terkadang tersembunyi dan terkadang
muncul atau terkadang terbit dan terkadang tenggelam. Mula-mula kaum Nabi
Ibrahim tidak mengetahui yang demikian itu. Pertama-tama Ibrahim menyanjung
bulan tetapi ternyata bulan seperti bintang yang lain, ia pun muncul dan
tenggelam: Allah SWT berfirman:
"Kemudian tatkala dia melihat sebuah bulan terbit dia
berkata: 'Inilah Tuhanku.' Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata:
'Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku
termasuk orang-orang yang sesat.'" (QS. al-An'am: 77)
Kita perhatikan di sini bahawa beliau berbicara dengan kaumnya
tentang penolakan penyembahan terhadap bulan. Ibrahim berhasil
"merobek" keyakinan terhadap penyembahan bulan dengan penuh
kelembutan dan ketenangan. Bagaimana manusia menyembah tuhan yang terkadang
tersembunyi dan terkadang muncul. Sungguh, kata Ibrahim, betapa aku
membayangkan apa yang terjadi padaku jika Tuhan tidak membimbingku. Nabi
Ibrahim mengisyaratkan kepada mereka bahawa beliau memiliki Tuhan, bukan
seperti tuhan-tuhan yang mereka sembah. Namun lagi-lagi mereka belum mampu
menangkap isyarat Nabi Ibrahim. Beliau pun kembali menggunakan argumentasi
untuk menundukkan kelompok pertama dari kaumnya, yaitu penyembah bintang. Allah
SWT berfirman:
"Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata:
'Inilah Tuhanku. Inilah yang lebih besar.' Maka tatkala matahari itu terbenam,
dia berkata: 'Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu
persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang
menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku
bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.'" (QS. al-An'am:
78-79)
Ibrahim berdialog dengan penyembah matahari. Beliau memberitahukan
bahawa matahari adalah tuhannya kerana dia yang terbesar. Lagi-lagi Ibrahim
memainkan peran yang penting dalam rangka menggugah fikiran mereka. Para
penyembah matahari tidak mengetahui bahawa mereka menyembah makhluk. Jika
mereka mengira bahawa ia adalah besar, maka Allah SWT Maha Besar.
Setelah Ibrahim memberitahukan bahawa matahari adalah tuhannya,
beliau menunggu saat yang tepat sehingga matahari itu tenggelam dan ternyata
benar dia bagaikan sembahan-sembahan yang lain yang suatu saat akan tenggelam.
Setelah itu Ibrahim memploklamirkan bahawa beliau terbebas dari penyembahan
bintang.
Ibrahim mulai memandang dan memberikan pengarahan kepada kaumnya
bahawa di sana ada Pencipta langit dan bumi. Argumentasi Ibrahim mampu
memunculkan kebenaran, tetapi sebagaimana biasa kebatilan tidak tunduk begitu
saja. Mereka mulai menampakkan taringnya dan mulai menggugat keberadaan dan
kenekatan Ibrahim as. Mereka mulai menentang Nabi Ibrahim dan mulai mendebatnya
dan bahkan mengancamnya. Allah SWT berfirman:
"Dan dia dibantah oleh kaumnya. Dia berkata: "Apakah
kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal sesungguhnya Allah telah memberi
petunjuk kepadaku. Dan aku tidak takut kepada (malapetaka dari)
sembahan-sembahan yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali jika Tuhanku
menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu. Pengetahuan Tuhanku meliputi segala
sesuatu. Maka apakah kamu
tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) ? Bagaimana aku
takut kepada sembahan-sembahan yang kamu persekutukan (dengan Allah) padahal
kamu tidak takut mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah
sendiri tidak menurunkan hujah kepadamu untuk mempersekutukan-Nya. Maka manakah
di antara dua golongan itu yang lebih berhak mendapat keamanan (dari
malapetaka), jika kamu mengetahui)?'" (QS. al-An'am: 80-81)
Kita tidak mengetahui sampai sejauh mana ketajaman pergelutan
antara Nabi Ibrahim dan kaumnya, dan bagaimana cara mereka menakut-nakuti Nabi
Ibrahim. Al-Quran tidak menyinggung hal tersebut. Namun yang jelas, tempat
mereka yang penuh kebatilan itu mampu dilumpuhkan oleh Al-Quran. Dari cerita
tersebut, Al-Quran mengemukakan Nabi bahawa Ibrahim menggunakan logik seorang
yang berfikir sehat. Menghadapi berbagai tantangan dan ancaman dari kaumnya,
Nabi Ibrahim justru mendapatkan kedamaian dan tidak takut kepada mereka. Allah
SWT berfirman:
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukan iman
mereka dengan kelaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat
keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. " (QS.
al-An'am: 82)
Allah SWT selalu memberikan hujah atau argumentasi yang kuat
kepada Nabi Ibrahim sehingga beliau mampu menghadapi kaumnya. Allah SWT
berfirman:
"Dan itulah hujah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk
menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa darjat.
Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. " (QS. al-An'am:
83)
Ibrahim didukung oleh Allah SWT dan diperlihatkan kerajaan langit
dan bumi. Demikianlah Nabi Ibrahim terus melanjutkan penentangan pada
penyembahan berhala. Tentu saat ini pergelutan dan pertentangan antara beliau
dan kaumnya semakin tajam dan semakin meluas. Beban yang paling berat adalah
saat beliau harus berhadapan dengan ayahnya, di mana profesion si ayah dan
rahsia kedudukannya merupakan biang keladi dari segala penyembahan yang diikuti
majoriti kaumnya. Nabi Ibrahim keluar untuk berdakwah kepada kaumnya dengan
berkata:
"Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadah
kepadanya? Mereka menjawab: 'Kami mendapati bapak-bapak Kami
menyembahnya." Ibrahim berkata: 'Sesungguhnya kamu dan bapak- bapakmu
berada dalam kesesatan yang nyata.' Mereka menjawab: 'Apakah kamu datang kepada
kami sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang yang bermain-main?' Ibrahim
berkata: 'Sebenarnya tuhan kamu adalah Tuhan langit dan bumi yang telah
menciptakan- Nya; dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas
yang demikian itu.'" (QS. al-Anbiya': 52-56)
Selesailah urusan. Mulailah terjadi pergelutan antara Nabi Ibrahim
dan kaumnya. Tentu yang termasuk orang yang paling menentang beliau dan marah
kepada sikap beliau itu adalah ayahnya dan bapa saudaranya yang mendidiknya
laksana seorang ayah. Akhirnya, si ayah dan si anak terlibat dalam pergelutan
yang sengit di mana kedua-duanya dipisahkan oleh prinsip-prinsip yang berbeza.
Si anak bertengger di puncak kebenaran bersama Allah SWT sedangkan si ayah
berdiri bersama kebatilan. Si ayah berkata kepada anaknya: "Sungguh besar
ujianku kepadamu wahai Ibrahim. Engkau telah berkhianat kepadaku dan bersikap
tidak terpuji kepadaku." Ibrahim menjawab:
"Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak
dapat mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikit pun? Wahai
bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang
tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, nescaya aku akan menunjukkan kepadamu
jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan, sesungguhnya
syaitan itu derhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya
aku khawatir bahawa kamu akan ditimpa azab dan Tuhan Yang Maha Pemurah, maka
kamu menjadi kawan bagi syaitan.'" (QS. Maryam: 42-45)
Sang ayah segera bangkit dan ia tak kuasa lagi untuk meledakkan
amarahnya kepada Ibrahim:
"Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu
tidak berhenti, maka nescaya kamu akan aku rejam, dan tinggalanlah aku buat
waktu yang lama." (QS. Maryam: 46)
Jika engkau tidak berhenti dari dakwahmu ini, sungguh aku akan
merejammu. Aku akan membunuhmu dengan pukulan batu. Demikian balasan siapa pun
yang menentang tuhan. Keluarlah dari rumahku! Aku tidak ingin lagi melihatmu.
Keluar!
Akhirnya, pertentangan itu membawa akibat pengusiran Nabi Ibrahim
dari rumahnya, dan beliau pun terancam pembunuhan dan perejaman. Meskipun
demikian, sikap Nabi Ibrahim tidak pernah berubah. Beliau tetap menjadi anak
yang baik dan Nabi yang mulia. Beliau berdialog dengan ayahnya dengan
menggunakan adab para nabi dan etika para nabi. Ketika mendengar penghinaan,
pengusiran, dan ancaman pembunuhan dari ayahnya, beliau berkata dengan lembut:
"Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan meminta
ampun bagimu kepada Tuhanku, sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. Dan aku
akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, dan aku
akan berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa
kepada Tuhanku.'" (QS. Maryam: 47-48)
Nabi Ibrahim pun keluar dari rumah ayahnya. Beliau meninggalkan
kaumnya dan menyembah selain Allah SWT. Beliau menetapkan suatu urusan dalam
dirinya, beliau mengetahui bahawa di sana ada pesta besar yang diadakan di tepi
sungai di mana manusia-manusia berduyu-duyun menuju ke sana. Beliau menunggu
sampai perayaan itu datang di mana saat itu kota menjadi sunyi kerana
ditinggalkan oleh manusia yang hidup di dalamnya dan mereka menuju ke tempat
itu. Jalan-jalan yang menuju tempat penyembahan menjadi sepi dan tempat
penyembahan itu pun ditinggalkan oleh penjaganya. Semua orang mengikuti pesta
itu.
Dengan penuh hati-hati, Ibrahim memasuki tempat penyembahan dengan
membawa kapak yang tajam. Ibrahim melihat patung-patung tuhan yang terukir dari
batu-batu dan kayu-kayu. Ibrahim pun melihat makanan yang diletakkan oleh
manusia di depannya sebagai hadiah dan nazar. Ibrahim mendekat pada
patung-patung itu. Kepada salah satu patung - dengan nada bercanda - ia
berkata: "Makanan yang ada di depanmu hai patung telah dingin. Mengapa
engkau tidak memakannya. Namun patung itu tetap membisu." Ibrahim pun
bertanya kepada patung-patung lain di sekitarnya:
"Kemudian ia pergi dengan diam-diam kepada berhala-berhala
mereka; lalu ia berkata" Mengapa kalian tidak makan?" (QS. ash-
Shaffat: 91)
Ibrahim mengejek patung-patung itu. Ibrahim mengetahui bahawa
patung itu memang tidak dapat memakannya. Ibrahim bertanya kepada patung-patung
itu:
"Mengapa kamu tidak menjawab?" (QS. ash-Shaffat: 92)
Ibrahim pun langsung mengangkat kapak yang ada di tangannya dan
mulai menghancurkan tuhan-tuhan yang palsu yang disembah oleh manusia. Ibrahim
menghancurkan seluruh patung-patung itu dan hanya menyisakan satu patung, lalu
beliau menggantungkan kapak itu dilehernya. Setelah melaksanakan tugas itu,
beliau pergi menuju ke gunung. Beliau telah bersumpah untuk membawa suatu bukti
yang jelas, bahkan bukti praktis tentang kebodohan kaumnya dalam menyembah
selain Allah SWT.
Akhirnya, pesta perayaan itu selesai dan manusia kembali ke tempat
mereka masing-masing. Dan ketika salah seorang masuk ke tempat sembahan itu ia
pun berteriak. Manusia-manusia datang menolongnya dan ingin mengetahui apa
sebab di balik teriakan itu. Dan mereka mengetahui bahawa tuhan-tuhan semuanya
telah hancur yang tersisa hanya satu. Mereka mulai berfikir siapa penyebab semua
ini. Akhirnya mereka pun mengetahui dan menyedari bahawa ini adalah Nabi
Ibrahim yang telah mengajak mereka untuk menyembah Allah SWT:
"Mereka berkata: "Kami dengar ada seorang pemuda yang
mencela berhala-berhala
ini yang bernama Ibrahim"." (QS. al-Anbiya': 60)
Mereka segera mendatangi Ibrahim. Ketika Ibrahim datang mereka
bertanya kepadanya:
"Mereka bertanya: "Apakah benar engkau yang melakukan
semua ini terhadap tuhan kami wahai Ibrahim?" (QS. al-Anbiya': 62)
Ibrahim membalas dengan senyuman lalu ia menunjuk kepada tuhan
yang paling besar yang tergantung di lehernya sebuah kapak. "Tidak!"
"Ibrahim menjawab: "Sebenarnya patung yang besar itulah
yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat
berbicara". " (QS. al-Anbiya': 63)
Para dukun berkata: "Siapa yang harus kita tanya?"
Ibrahim menjawab: "Tanyalah kepada tuhan kalian." Kemudian mereka
berkata: "Bukankah engkau mengetahui bahawa tuhan-tuhan itu tidak
berbicara." Ibrahim membalas: "Mengapa kalian menyembah sesuatu yang
tidak mampu berbicara, sesuatu yang tidak mampu memberikan manfaat dan sesuatu
yang tidak mampu memberikan mudarat. Tidakkah kalian mahu berfikir sebentar di
mana letak akal kalian. Sungguh tuhan-tuhan kalian telah hancur sementara tuhan
yang paling besar berdiri dan hanya memandanginya. Tuhan-tuhan itu tidak mampu
menghindarkan gangguan dari diri mereka, dan bagaimana mereka dapat
mendatangkan kebaikan buat kalian. Tidakkah kalian mahu berfikir sejenak. Kapak
itu tergantung di tuhan yang paling besar tetapi anehnya dia tidak dapat
menceritakan apa yang terjadi. Ia tidak mampu berbicara, tidak mendengar, tidak
bergerak, tidak melihat, tidak memberikan manfaat, dan tidak membahayakan. Ia
hanya sekadar batu, lalu mengapa manusia menyembah batu? Di mana letak akal
fikiran yang sehat?" Allah SWT menceritakan peristiwa tersebut dalam
firman-Nya:
"Dan sesungguhnya telah kami anugerahkan kepada Ibrahim
hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui
keadaannya. (Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya:
'Patung-patung itu apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya ?' Mereka
menjawab: "Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya.' Ibrahim
menjawab: 'Sesungguhnya kamu dan bapak- bapakmu berada dalam kesesatan yang
nyata.' Mereka menjawab: 'Apakah kamu datang kepada kami dengan sungguh-sungguh
ataukah kamu termasuk orang-orang yang bermain-main?' Ibrahim berkata:
'Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya;
dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas apa yang demikian
itu. Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-
berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya.' Maka Ibrahim membuat
berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari
patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. Mereka
berkata: 'Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami,
sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang zalim.' Mereka berkata: 'Kami
mendengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama
Ibrahim.' Mereka berkata: '(Kalau demikian) Bawalah dia dengan cara yang dapat
dilihat orang banyak, agar mereka menyaksikannya.' Mereka bertanya: 'Apakah
kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?'
Ibrahim menjawab: 'Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka
tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara.' Maka mereka telah
kembali kepada kesedaran mereka dan lalu berkata: 'Sesungguhnya kamu sekalian
adalah orang- orang yang menganiaya (diri sendiri).' Kemudian kepala mereka
jadi tertunduk (lalu berkata): Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah mengetahui
bahawa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara.' Ibrahim berkata:, maka
mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat
sedikit pun tidak dapat pula memberi mudarat kepada kamu?' Ah (celakalah) kamu
dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka apakah kamu tidak memahaminya?
Mereka berkata: 'Bakarlah dia dan bantulah tuhan- tuhan kami jika kamu
benar-benar hendak bertindak.'" (QS. al- Anbiya': 51-68)
Nabi Ibrahim mampu menundukkan mereka dengan argumentasi dan logik
berfikir yang sehat. Tetapi mereka membalasnya dengan menetapkan akan
menggantungnya di dalam api. Sungguh ini sangat menghairankan. Suatu mahkamah
yang mengerikan digelar di mana si tertuduh akan dihukum dengan pembakaran.
Demikianlah masalah pergelutan antara pemikiran, atau antara
nilai- nilai, atau antara prinsip-prinsip selalu terjadi dan selalu membara di
tengah-tengah masyarakat. Nabi Ibrahim sudah berusaha untuk menggugah hati dan
fikiran Ketika beliau mengisyaratkan kepada tuhan yang paling besar dan
menuduhnya bahawa ialah yang menghancurkan tuhan-tuhan yang lain. Nabi Ibrahim
meminta kepada mereka untuk bertanya kepada para tuhan itu, tentang siapa yang
membuatnya hancur. Tetapi para tuhan itu tidak mampu berbicara lalu mengapa
manusia menyembah sesuatu yang tidak mampu berbicara dan tidak mengerti
apa-apa.
Ketika Nabi Ibrahim berhasil merobohkan argumentasi mereka, maka
orang-orang yang sombong bangkit untuk menenangkan suasana. Para penentang itu
tidak mahu manusia akan menyembah selain berhala. Mereka pun mengatakan akan
menggantung dan akan membakar Ibrahim hidup-hidup. Nabi Ibrahim pun ditangkap
lalu disiapkanlah tempat pembakaran. Para penentang itu berkata kepada
pengikutnya: "Bakarlah Ibrahim, dan tolonglah tuhan kalian jika kalian
benar-benar menyembahnya." Mereka pun terpengaruh dengan ucapan tersebut.
Mereka pun menyiapkan alat-alat untuk membakar Nabi Ibrahim.
Tersebarlah berita itu di kerajaan dan di seluruh negeri.
Manusia-manusia berdatangan dari berbagai pelosok, dari gunung-gunung, dari
berbagai desa, dan dari berbagai kota untuk menyaksikan balasan yang diterima
bagi orang yang berani menentang tuhan, bahkan menghancurkannya. Mereka
menggali lubang besar yang dipenuhi kayu-kayu, batu-batu, dan pohon-pohon lalu
mereka menyalakan api di dalamnya. Kemudian mereka mendatangkan manjaniq, yaitu
suatu alat yang dapat digunakan untuk melempar Nabi Ibrahim ke dalam api
sehingga ia jatuh ke dalam lubang api. Mereka meletakkan Nabi Ibrahim setelah
mereka mengikat kedua tangannya dan kakinya pada manjaniq itu. Api pun mulai
menyala dan asapnya mulai membumbung ke langit. Manusia yang melihat peristiwa
itu berdiri agak jauh dari galian api itu kerana saking panasnya. Lalu, seorang
tokoh dukun memerintahkan agar Ibrahim dilepaskan ke dalam api. Tiba-tiba
malaikat Jibril berdiri di hadapan Nabi Ibrahim dan bertanya kepadanya:
"Wahai Ibrahim, tidakkah engkau memiliki keperluan?" Nabi Ibrahim
menjawab: "Aku tidak memerlukan sesuatu darimu." Nabi Ibrahim pun
dilepaskan lalu dimasukkan ke dalam kubangan api. Nabi Ibrahim terjatuh dalam
api. Api pun mulai mengelilinginya, lalu Allah SWT menurunkan perintah kepada
api, Allah SWT berkata:
"Kami berfirman: Wahai api jadilah engkau dingin dan membawa
keselamatan kepada
Ibrahim." (QS. al-Anbiya': 69)
Api pun tunduk kepada perintah Allah SWT sehingga ia menjadi
dingin dan membawa keselamatan bagi Nabi Ibrahim. Api hanya membakar tali- tali
yang mengikat Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim dengan tenang berada di tengah-tengah
api seakan-akan beliau duduk di tengah-tengah taman. Beliau memuji Allah SWT,
Tuhannya dan mengagungkan-Nya. Yang ada di dalam hatinya hanya cinta kepada
sang Kekasih, yaitu Allah SWT.
Hati Nabi Ibrahim tidak dipenuhi rasa takut atau menyesal atau
berkeluh kesah. Yang ada dalam hati beliau hanya cinta semata. Api pun menjadi
damai dan menjadi dingin. Sesungguhnya orang-orang yang cinta kepada Allah SWT
tidak akan merasakan ketakutan. Para pembesar dan para dukun mengamat-amati
dari jauh betapa panasnya api itu. Bahkan api terus menyala dalam tempo yang
lama, sehingga orang-orang kafir mengira bahawa api itu tidak pernah padam.
Ketika api itu padam, mereka dibuat terkejut ketika melihat Nabi Ibrahim keluar
dari kubangan api dalam keadaan selamat. Wajah mereka menjadi hitam kerana
terpengaruh asap api sementara wajah Nabi Ibrahim berseri-seri dan tampak
diliputi dengan cahaya dan kebesaran. Bahkan pakaian yang dipakai Nabi Ibrahim
pun tidak terbakar, dan beliau tidak tersentuh sedikit pun oleh api. Nabi
Ibrahim pun keluar dari api itu bagaikan beliau keluar dari taman. Lalu
orang-orang kafir pun berteriak kehairanan. Mereka pun mendapatkan kekalahan
dan kerugian. Allah SWT berfirman:
"Mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami
menjadikan mereka itu orang-orang yang paling rugi." (QS. al-Anbiya': 70)
Al-Quran tidak menceritakan kepada kita tentang usia Nabi Ibrahim
saat menghancurkan berhala-berhala kaumnya. Al-Quran juga tidak menceritakan
berapa usia beliau saat memikul tanggung jawab dakwah dan menyeru di jalan
Allah SWT. Melalui pelacakan nas-nas dapat diketahui bahawa Nabi Ibrahim saat
itu masih muda belia, ketika melakukan peristiwa besar itu. Bukti hal itu
adalah, ketika para kaumnya mendengar penghancuran berhala, mereka berkata:
"Mereka berkata: "Kami mendengar ada seorang pemuda yang
mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim." (QS. al-Anbiya': 60)
Injil Barnabas menceritakan bahawa Nabi Ibrahim menghancurkan
patung-patung sebelum Allah SWT mewajibkannya berdakwah. Injil Barnabas
mengatakan pada pasal ke 29 bahawa Nabi Ibrahim mendengar suatu suara yang
memanggil-manggilnya. Nabi Ibrahim bertanya: "Siapa yang
memanggilku?" Ketika itu Nabi Ibrahim mendengar suara yang berkata:
"Aku adalah malaikat Jibril. Nabi Ibrahim menjadi takut, tetapi malaikat
itu segera menenangkannya sambil berkata: "Jangan takut, hai Ibrahim
kerana engkau adalah kekasih Allah SWT, dan ketika engkau menghancurkan
tuhan-tuhan sembahan manusia, Allah SWT memilihmu sebagai pemimpin para
malaikat dan para nabi." Kemudian - masih kata Injil Barnabas: "Nabi
Ibrahim bertanya apa yang harus dilakukan untuk menyembah tuhan para malaikat
dan para nabi?" Jibril menjawab: "bahawa hendaklah beliau pergi ke
sumber ini dan mandi, agar dapat mendaki gunung sehingga Allah SWT berbicara
dengannya."
Kemudian Nabi Ibrahim mendaki gunung, lalu Allah SWT menyerunya.
Nabi Ibrahim menjawab: "Siapa yang memanggilku?" Allah SWT berkata:
"Aku adalah Tuhanmu, hai Ibrahim." Nabi Ibrahim gementar ketakutan
dan sujud di atas bumi dan beliau berkata: "Wahai Tuhanku, bagaimana
hamba-Mu mendengar seruan-Mu sementara ia adalah tanah dan abu." Di
sanalah Allah SWT memerintahkannya agar beliau bangkit kerana Allah SWT telah
memilihnya sebagai hamba-Nya dan Dia telah memberkatinya dan orang-orang yang
mengikutinya.
Riwayat tersebut menentukan waktu pemilihan Nabi Ibrahim dan waktu
pengangkatannya sewaktu beliau menghancurkan berhala dan penyembahan manusia.
Demikianlah yang diceritakan oleh Al-Quran al- Karim dalam firman-Nya:
"Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: Tunduk patuhlah!'
Ibrahim menjawab: 'Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam." (QS. al-
Baqarah: 131)
Alhasil, masa pemilihan Allah SWT terhadap Nabi Ibrahim tidak
ditentukan dalam Al-Quran, sehingga kita tidak dapat memberikan satu jawapan
pasti tentang hal itu, tapi yang mampu kita utarakan adalah, bahawa Nabi
Ibrahim mampu membuat argumen yang cukup jelas untuk menghancurkan argumen para
penyembah berhala. Sebagaimana beliau mampu sebelumnya menghancurkan argumen
para penyembah bintang, sehingga hanya tersisa satu argumen yang harus
disampaikan kepada para penguasa dan para raja. Dengan demikian, orang-orang
kafir telah mendapatkan seluruh argumen kebenaran.
Nabi Ibrahim pun akhirnya terlibat adu argumentasi dengan raja
yang menyangka bahawa dirinya adalah tuhan kaumnya. Raja itu menyuruh mereka
untuk menyembahnya. Dalam rangka menjaga kepentingannya, boleh jadi memang ia
menyangka bahawa dirinya tuhan. kerana Allah SWT telah memberikannya suatu
kerajaan yang besar, ia lupa bahawa ia hanya manusia biasa. Kita tidak
mengetahui, apakah ia seorang raja atas kaum Nabi Ibrahim lalu ia mendengar
kisah mukjizatnya kemudian ia memanggilnya untuk berdebat dengan beliau, atau
mungkin ia raja dari daerah lain. Tapi yang kita ketahui bahawa pertemuan di
antara keduanya menyebabkan jatuhnya argumen-argumen orang kafir. Allah SWT
menceritakan hal tersebut dengan firman-Nya:
"Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim
tentang Tuhannya (Allah) kerana Allah telah memberikan kepada orang itu
pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: 'Tuhanku ialah Yang
menghidupkan dan mematikan.' Orang itu berkata: 'Saya dapat menghidupkan dan
mematikan.' Ibrahim berkata: 'Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari
timur, maka terbitkanlah dia dari barat,' lalu hairan terdiamlah orang kafir
itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim. "
(QS. al-Baqarah: 258)
Allah SWT sengaja tidak menyebut nama raja itu kerana dianggap
tidak penting, sebagaimana Al-Quran juga tidak menyebut dialog panjang yang
terjadi antara Nabi Ibrahim dan dia. Barangkali raja itu berkata kepada Nabi
Ibrahim: "Aku mendengar bahawa Anda mengajak manusia untuk menyembah Tuhan
yang baru dan meninggalkan tuhan yang lama." Nabi Ibrahim menjawab:
"Tiada Tuhan lain selain Allah Yang Maha Esa." Si Raja berkata:
"Apa yang dilakukan oleh tuhanmu yang tidak dapat aku lakukan?" Raja
yang terkena penyakit sombong dan bangga diri itu adalah raja yang tidak tahu
diri. Penghormatan manusia dan ketertundukkan manusia kepadanya itu justru
meningkatkan kesombongannya. Nabi Ibrahim mendengar apa yang dikatakan oleh si
raja. Nabi Ibrahim mengetahui segala sesuatunya. Nabi Ibrahim berkata dengan
lembut:
"Tuhanku adalah yang mampu menghidupkan dan mematikan."
(QS. al-Baqarah: 258)
Si raja membalas:
"Aku pun menghidupkan dan mematikan." (QS. al-Baqarah:
258)
Nabi Ibrahim tidak bertanya bagaimana si raja menghidupkan dan
mematikan. Nabi Ibrahim tahu bahawa sebenarnya ia berbohong. Raja berkata:
"Aku mampu menghadirkan seseorang yang sedang berjalan lalu aku
membunuhnya, dan pada kesempatan yang lain aku mampu memaafkan orang yang sudah
dipastikan untuk dihukum gantung lalu aku menyelamatkannya dari kematian.
Dengan demikian, aku mampu memberi kehidupan dan kematian."
Mendengar kebodohannya itu, Nabi Ibrahim tertawa dan pada saat
yang sama beliau merasakan kesedihan. Tetapi Nabi Ibrahim ingin mematahkan
argumen raja itu yang mengatakan bahawa ia mampu menghidupkan dan mematikan,
padahal sebenarnya ia tidak mampu. Nabi Ibrahim berkata:
"Sesungguhnya Allah mampu mendatangkan matahari dari timur,
maka kalau engkau mampu datangkanlah ia dari barat. " (QS. al- Baqarah:
258)
Mendengar tentangan Nabi Ibrahim itu, raja menjadi terpaku dan
terdiam ia merasa tidak mampu. la tidak mampu berkata-kata lagi. Nabi Ibrahim
berkata kepada raja bahawa Allah SWT mampu mendatangkan matahari dari timur,
apakah ia mampu mendatangkan matahari dari barat. Tentu raja tidak mampu
mendatangkannya. Alam mempunyai aturan dan undang-undang yang diatur dan
diciptakan oleh Allah SWT di mana tiada makhluk yang lain yang mampu
mengubahnya. Jika raja mengaku bahawa ia benar-benar tuhan, maka tentu ia dapat
mengubah hukum alam tersebut. Saat itu si raja merasa tidak mampu memenuhi
tentangan itu. Ia justru membisu. Ia tidak mengetahui apa yang harus
dikatakannya dan apa yang harus dilakukannya. Setelah orang-orang kafir diam
membisu, Nabi Ibrahim meninggalkan istana raja. Kemudian kebenaran Nabi Ibrahim
tersebar di segala penjuru negeri. Manusia mulai ramai-ramai membicarakan
mukjizatnya dan keselamatannya dari api. Manusia menyinggung bagaimana sikap
raja ketika mendengar tentangan Nabi Ibrahim, dan bagaimana si raja menjadi
membisu dan tidak mengetahui apa yang harus dikatakannya.
Nabi Ibrahim tetap melanjutkan dakwahnya di jalan Allah SWT. Nabi
Ibrahim mencurahkan tenaga dan upayanya untuk membimbing kaumnya. Nabi Ibrahim
berusaha menyedarkan mereka dengan berbagai cara. Meskipun beliau sangat cinta
dan menyayangi mereka, mereka malah justru marah kepadanya dan malah
mengusirnya. Dan tiada yang beriman bersamanya kecuali seorang perempuan dan seorang
lelaki. Perempuan itu bernama Sarah yang kemudian menjadi isterinya sedangkan
laki-laki itu adalah Luth yang kemudian menjadi nabi setelahnya.
Ketika Nabi Ibrahim mengetahui bahawa tidak seorang pun beriman
selain kedua orang tersebut, ia menetapkan untuk berhijrah. Sebelum beliau
berhijrah, ia mengajak ayahnya beriman. Kemudian Nabi Ibrahim mengetahui bahawa
ayahnya adalah musuh Allah SWT dan dia tidak akan beriman. Nabi Ibrahim pun
berlepas diri darinya dan memutuskan hubungan dengannya.
Untuk kedua kalinya dalam kisah para nabi kita mendapati hal yang
mengagetkan. Dalam kisah Nabi Nuh kita menemukan bahawa si ayah seorang nabi
dan si anak seorang kafir, sedangkan dalam kisah Nabi Ibrahim justru
sebaliknya: si ayah yang menjadi kafir dan si anak yang menjadi nabi. Dalam
kedua kisah tersebut kita mengetahui bahawa seorang mukmin berlepas diri dari
musuh Allah SWT, meskipun dia adalah anaknya dan ayahnya.
Melalui kisah tersebut, Allah SWT memberitahukan kepada kita
bahawa hubungan satu-satunya yang harus dipelihara dan harus diperhatikan di
antara hubungan-hubungan kemanusiaan adalah hubungan keimanan, bukan hanya
hubungan darah. Allah SWT berflrman dalam surah at- Taubah:
"Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk
bapaknya, tidak lain hanyalah kerana suatu janji yang telah diikrarkannya
kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahawa bapaknya itu adalah
musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri darinya. Sesungguhnya Ibrahim adalah
seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. " (QS. at-Taubah: 114)
Nabi Ibrahim keluar meninggalkan negerinya dan memulai
petualangannya dalam hijrah. Nabi Ibrahim pergi ke kota yang bernama Aur dan ke
kota yang lain bernama Haran, kemudian beliau pergi ke Palestina bersama
isterinya, satu-satunya wanita yang beriman kepadanya. Beliau juga disertai
Luth, satu-satunya lelaki yang beriman kepadanya. Allah SWT berfirman:
"Maka Luth membenarkan (kenabian)nya. Dan berkatalah Ibrahim:
'Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku
(kepadaku); sesungguhnya Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.'"
(QS. al-Ankabut: 26)
Setelah ke Palestin, Nabi Ibrahim pergi ke Mesir. Selama
perjalanan ini Nabi Ibrahim mengajak manusia untuk menyembah Allah SWT, bahkan
beliau berjuang dalam hal itu denqan gigih. Beliau mengabdi dan membantu
orang-orang yang tidak mampu dan orang-orang yang lemah. Beliau menegakkan
keadilan di tengah-tengah manusia dan menunjukkan kepada mereka jalan yang
benar.
isteri Nabi Ibrahim, Sarah, tidak melahirkan, lalu raja Mesir
memberikan seorang pembantu dari Mesir yang dapat membantunya. Nabi Ibrahim
telah menjadi tua dan rambutnya memutih di mana beliau menggunakan usianya
hanya untuk berdakwah di jalan Allah SWT. Sarah berfikir bahawa ia dan Nabi Ibrahim
tidak akan mempunyai anak, lalu ia berfikir bagaimana seandainya wanita yang
membatunya itu dapat menjadi isteri kedua dari suaminya. Wanita Mesir itu
bernama Hajar. Akhirnya, Sarah menikah-kan Nabi Ibrahim dengan Hajar, kemudian
Hajar melahirkan anaknya yang pertama yang dinamakan oleh ayahnya dengan nama
Ismail. Nabi Ibrahim saat itu menginjak usia yang sangat tua ketika Hajar
melahirkan anak pertamanya, Ismail.
Nabi Ibrahim hidup di bumi Allah SWT dengan selalu menyembah-Nya,
bertasbih, dan menyucikan-Nya. Kita tidak mengetahui, berapa jauh jarak yang
ditempuh Nabi Ibrahim dalam perjalanannya. Beliau adalah seorang musafir di
jalan Allah SWT. Seorang musafir di jalan Allah SWT menyedari bahawa hari-hari
di muka bumi sangat cepat berlalu, kemudian di tiupkan sangkakala lalu
terjadilah hari kiamat dan kemudian hari kebangkitan.
Pada suatu hari, had Nabi Ibrahim dipenuhi rasa kedamaian, cinta,
dan keyakinan. Beliau ingin melihat kebesaran Allah SWT, Sang Pencipta. Beliau
ingin melihat hari kiamat sebelum terjadinya. Allah SWT menceritakan sikapnya
itu dalam firman-Nya:
"Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata: 'Ya Tuhanku,
perlihatkanlah padaku bagaimana engkau menghidupkan arang yang mati. 'Allah
berfirman: 'Belum yakinkah kamu?' Ibrahim menjawab: 'Aku telah meyakininya,
akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku).'" (QS. al-Baqarah:
260)
Hasrat Nabi Ibrahim terhadap hal tersebut dipengaruhi oleh
keimanan yang luar biasa; keimanan yang dipenuhi cinta kepada Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"(Kalau demikian), ambillah empat ekor burung lalu cincanglah
semuanya. Allah berfirman: 'Lalu letakkanlah di atas bahagian- bahagian itu,
kemudian panggillah mereka, nescaya mereka datang kepadamu dengan segera,"
dan ketahuilah bahawa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS.
al-Baqarah: 260)
Nabi Ibrahim melakukan apa saja yang diperintahkan oleh Allah SWT.
Beliau menyembelih empat ekor burung lalu memisah-misahkan bahagiannya di atas
gunung, kemudian ia memanggilnya dengan nama Allah SWT. Tiba-tiba bulu-bulu dan
burung itu bangkit dan bergabung dengan sayap-sayapnya, kemudian dada dari
burung itu mencari kepalanya. Akhirnya, bahagian-bahagian burung yang terpisah
kembali bergabung. Burung itu pun kembali mendapatkan kehidupan lalu burung itu
terbang dengan cepat dan kembali ke pangkuan Nabi Ibrahim.
Para ahli tafsir meyakini bahawa eksperimen ini berangkat dari
kehausan ilmu yang ada pada Nabi Ibrahim, dan sebahagian lagi mengatakan bahawa
beliau ingin melihat kebesaran Allah SWT saat menciptakan makhluk-Nya. Beliau
memang sudah mengetahui hasilnya, tapi beliau tidak melihat cara pembuatan
penciptaan makhluk. Sebahagian mufasir lain mengatakan bahawa beliau merasa
puas atas apa yang dikatakan oleh Allah SWT dan beliau tidak jadi menyembelih
burung. Kami sendiri menilai bahawa eksperimen ini menunjukkan tingkat cinta yang
tinggi yang dicapai oleh seorang musafir di jalan Allah SWT, yaitu Nabi
Ibrahim. Seorang pencinta akan selalu timbul dalam dirinya hasrat, rasa tunduk,
dan rasa ingin menambah cintanya. Demikianlah cinta Nabi Ibrahim. Inilah
petualangan Nabi Ibrahim di mana setiap kali ia melalui perjalanannya, maka
kehausan cintanya pun meningkat. Pada suatu hari Nabi Ibrahim bangun lalu
beliau memerintahkan isterinya, Hajar, untuk membawa anaknya bersiap-siap untuk
melalui perjalanan panjang. Setelah beberapa hari, di mulailah perjalanan Nabi
Ibrahim bersama isterinya Hajar berserta anak mereka, Ismail. Saat itu Ismail
masih menyusu pada ibunya.
Nabi Ibrahim berjalan di tengah-tengah tanah yang penuh dengan
tanaman, melewati gurun dan gunung-gunung. Kemudian beliau memasuki tanah Arab.
Nabi Ibrahim menuju ke suatu lembah yang di dalamnya tidak ada tanaman, tidak
ada buah-buahan, tidak ada pepohonan, tidak ada makanan dan tidak ada air.
Lembah itu kosong dari tanda-tanda kehidupan. Nabi Ibrahim sampai ke lembah,
lalu beliau turun dari atas punggung haiwan tunggangannya. Lalu beliau
menurunkan isterinya dan anaknya dan meninggalkan mereka di sana. Mereka hanya
dibekali dengan makanan dan sedikit air yang tidak cukup untuk kebutuhan dua
hari.
Ketika beliau mulai meninggalkan mereka dan berjalan, tiba-tiba
isterinya segera menyusulnya dan berkata kepadanya: "Wahai Ibrahim, ke
mana engkau pergi? Mengapa engkau meninggalkan kami di lembah ini, padahal di
dalamnya tidak terdapat sesuatu pun." Nabi Ibrahim tidak segera menjawab
dan ia tetap berjalan. isterinya pun kembali mengatakan perkataan yang
dikatakan sebelumnya. Namun Nabi Ibrahim tetap diam. Akhirnya, si isteri
memahami bahawa Nabi Ibrahim tidak bersikap demikian kecuali mendapat perintah
dari Allah SWT. Kemudian si isteri bertanya: "Apakah Allah SWT
memerintahkannya yang demikian ini?" Nabi Ibrahim menjawab:
"Benar." isteri yang beriman itu berkata: "Kalau begitu, kita
tidak akan disia-siakan." Nabi Ibrahim menuju ke tempat di suatu gunung
lalu beliau mengangkat kedua tangannya untuk berdoa kepada Allah SWT:
"Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian
keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau
(Baitullah) yang dihormati. " (QS. Ibrahim: 37)
Saat itu Baitullah belum dibangun. Terdapat hikmah yang tinggi
dalam perjalanan yang penuh dengan misteri ini. Ismail ditinggalkan bersama
ibunya di tempat ini. Ismail-lah yang akan bertanggungjawab bersama ayahnya
dalam pembangunan Ka'bah. Hikmah Allah SWT menuntut untuk didirikannya suatu
bangunan di lembah itu dan dibangun di dalamnya Baitullah, di mana kita akan
menuju ke sana dan menghadap kepadanya saat kita solat.
Nabi Ibrahim meninggalkan isterinya dan anaknya yang masih menyusu
di padang sahara. Ibu Ismail menyusui anaknya dan mulai merasakan kehausan.
Saat itu matahari bersinar sangat panas dan membuat manusia mudah merasa haus.
Setelah dua hari, habislah air dan keringlah susu si ibu. Hajar dan Ismail
merasakan kehausan, dan makanan telah tiada sehingga saat itu mereka merasakan
kesulitan yang luar biasa. Ismail mulai menangis kehausan dan ibunya
meninggalkannya untuk mencarikan air. Si ibu berjalan dengan cepat hingga
sampai di suatu gunung yang bernama Shafa. Ia menaikinya dan meletakkan kedua
tangannya di atas keningnya untuk melindungi kedua matanya dari sengatan
matahari. Ia mulai mencari-cari sumber air atau sumur atau seseorang yang dapat
membantunya atau kafilah atau musafir yang dapat menolongnya atau berita namun
semua harapannya itu gagal. Ia segera turun dari Shafa dan ia mulai berlari dan
melalui suatu lembah dan sampai ke suatu gunung yang bernama Marwah. Ia pun
mendakinya dan melihat apakah ada seseorang tetapi ia tidak melihat ada
seseorang.
Si ibu kembali ke anaknya dan ia masih mendapatinya dalam keadaan
menangis dan rasa hausnya pun makin bertambah. Ia segera menuju ke Shafa dan
berdiri di atasnya, kemudian ia menuju ke Marwah dan melihat-lihat. Ia
mondar-mandir, pulang dan pergi antara dua gunung yang kecil itu sebanyak tujuh
kali. Oleh kerananya, orang-orang yang berhaji berlari-lari kecil antara Shafa
dan Marwah sebanyak tujuh kali. Ini adalah sebagai peringatan terhadap ibu
mereka yang pertama dan nabi mereka yang agung, yaitu Ismail.
Setelah putaran ketujuh, Hajar kembali dalam keadaan letih dan ia
duduk di sisi anaknya yang masih menangis. Di tengah-tengah situasi yang sulit
ini, Allah SWT menurunkan rahmat-Nya. Ismail pun memukul- mukulkan kakinya di
atas tanah dalam keadaan menangis, lalu memancarlah di bawah kakinya sumur
zamzam sehingga kehidupan si anak dan si ibu menjadi terselamatkan. Si ibu
mengambil air dengan tangannya dan ia bersyukur kepada Allah SWT. Ia pun
meminum air itu berserta anaknya, dan kehidupan tumbuh dan bersemi di kawasan
itu. Sungguh benar apa yang dikatakannya bahawa Allah SWT tidak akan
membiarkannya selama mereka berada di jalan-Nya.
Kafilah musafir mulai tinggal di kawasan itu dan mereka mulai
mengambil air yang terpancar dari sumur zamzam. Tanda-tanda kehidupan mulai
mengepakkan sayapnya di daerah itu. Ismail mulai tumbuh dan Nabi Ibrahim
menaruh kasih sayang dan perhatian padanya, lalu Allah SWT mengujinya dengan
ujian yang berat. Allah SWT menceritakan ujian tersebut dalam firman-Nya:
"Dan Ibrahim berkata: Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada
Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Ya Tuhanku, anugerahkan
kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang soleh. Maka Kami beri
dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu
sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim. Ibrahim berkata: 'Hai
anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahawa aku menyembelihmu. Maka
fikirkanlah apa pendapatmu!' Ia menjawab: 'Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu. Insya- Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang
yang sabar.' Tatkala keduanya telah berserah din dan Ibrahim membaringkan
anaknya atas pelipisnya, (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah
dia: 'Hai Ibrahim, sesungguhnya engkau telah membenarkan mimpi itu,
sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat
baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak
itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu
(pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu)
"Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim". Demikianlah Kami memberi
balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba
Kami yang beriman. " (QS. ash-Shaffat: 99-111)
Perhatikanlah, bagaimana Allah SWT menguji hamba-hamba-Nya.
Renungkanlah bentuk ujian tersebut. Kita sekarang berada di hadapan seorang
nabi yang hatinya merupakan hati yang paling lembut dan paling penyayang di muka
bumi. Hatinya penuh dengan cinta kepada Allah SWT dan cinta kepada makhluk-Nya.
Nabi Ibrahim mendapatkan anak saat beliau menginjak usia senja, padahal
sebelumnya beliau tidak membayangkan akan memperoleh kurnia seorang anak.
Nabi Ibrahim tidur, dan dalam tidurnya beliau melihat dirinya
sedang menyembelih anaknya, anak satu-satunya yang dicintainya. Timbullah
pergolakan besar dalam dirinya. Sungguh salah kalau ada orang mengira bahawa
tidak ada pergolakan dalam dirinya. Nabi Ibrahim benar-benar diuji dengan ujian
yang berat. Ujian yang langsung berhubungan dengan emosi kebapakan yang penuh
dengan cinta dan kasih sayang. Nabi Ibrahim berfikir dan merenung. Kemudian
datanglah jawapan bahawa Allah SWT melihatkan kepadanya bahawa mimpi para nabi
adalah mimpi kebenaran. Dalam mimpinya, Nabi Ibrahim melihat bahawa ia
menyembelih anak satu-satunya. Ini adalah wahyu dari Allah SWT dan perintah
dari-Nya untuk menyembelih anaknya yang dicintainya.
Sebagai pencinta sejati, Nabi Ibrahim tidak merasakan kegelisahan
dari hal tersebut. Ia tidak "menggugat" perintah Allah SWT itu. Nabi
Ibrahim adalah penghulu para pencinta. Nabi Ibrahim berfikir tentang apa yang
dikatakan kepada anaknya ketika ia menidurkannya di atas tanah untuk kemudian
menyembelihnya. Lebih baik baginya untuk memberitahu anaknya dan hal itu lebih
menenangkan hatinya daripada memaksanya untuk menyembelih. Akhirnya, Nabi
Ibrahim pergi untuk menemui anaknya.
"Ibrahim berkata: 'Wahai anakku sesungguhnya aku melihat di
dalam mimpi, aku menyembelihmu, maka bagaimana pendapatmu. " (QS.
ash-Shaffat: 102)
Perhatikanlah bagaimana kasih sayang Nabi Ibrahim dalam
menyampaikan perintah kepada anaknya. la menyerahkan urusan itu kepada anaknya;
apakah anaknya akan menaati perintah tersebut. Bukankah perintah tersebut
adalah perintah dari Tuhannya? Ismail menjawab sama dengan jawapan dari ayahnya
itu bahawa perintah itu datangnya dari Allah SWT yang kerananya si ayah harus
segera melaksanakannya:
"Wahai ayahku kerjakanlah yang diperintahkan Tuhanmu. Insya
Allah engkau mendapatiku sebagai orang-orang yang sabar." (QS. ash-
Shaffat: 102)
Perhatikanlah jawapan si anak. Ia mengetahui bahawa ia akan
disembelih sebagai pelaksanaan perintah Tuhan, namun ia justru menenangkan hati
ayahnya bahawa dirinya akan bersabar. Itulah puncak dari kesabaran. Barangkali
si anak akan merasa berat ketika harus dibunuh dengan cara disembelih sebagai
pelaksanaan perintah Allah SWT. Tetapi Nabi Ibrahim merasa tenang ketika
mendapati anaknya menentangnya untuk menunjukkan kecintaan kepada Allah SWT.
Kita tidak mengetahui perasaan sesungguhnya Nabi Ibrahim ketika
mendapati anaknya menunjukkan kesabaran yang luar biasa. Allah SWT menceritakan
kepada kita bahawa Ismail tertidur di atas tanah dan wajahnya tertelungkup di
atas tanah sebagai bentuk hormat kepada Nabi Ibrahim agar saat ia
menyembelihnya Ismail tidak melihatnya, atau sebaliknya. Kemudian Nabi Ibrahim
mengangkat pisaunya sebagai pelaksanaan perintah Allah SWT:
"Tatkala keduanya telah berserah din dan Ibrahim,
membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya)."
(QS. ash- Shaffat: 103)
Al-Quran menggunakan ungkapan tersebut ketika keduanya menyerahkan
diri terhadap perintah Allah SWT. Ini adalah wujud Islam yang hakiki. Hendaklah
engkau memberikan sesuatu untuk Islam sehingga tidak ada sesuatu pun yang
tersisa darimu. Pada saat pisau siap untuk digunakan sebagai perintah dari
Allah SWT, Allah SWT memanggil Ibrahim. Selesailah ujiannya, dan Allah SWT
menggantikan Ismail dengan suatu korban yang besar.
Peristiwa tersebut kemudian diperingati sebagai hari raya oleh
kaum Muslim, yaitu hari raya yang mengingatkan kepada mereka tentang Islam yang
hakiki yang dibawa dan di amalkan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail. Demikianlah
kisah Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim meninggalkan anaknya dan kembali berdakwah di
bumi Allah SWT. Nabi Ibrahim berhijrah dari tanah Kaldanin, tempat kelahirannya
di Iraq, dan melalui Yordania dan tinggal di negeri Kan'an. Saat berdakwah,
beliau tidak lupa bertanya tentang kisah Nabi Luth bersama kaumnya. Nabi Luth
adalah orang yang pertama kali beriman kepadanya. Allah SWT telah memberinya
pahala dan telah mengutusnya sebagai Nabi kepada kaum yang menentang kebenaran.
Nabi Ibrahim duduk di luar khemahnya dan memikirkan tentang
anaknya Ismail, dan kisah mimpinya serta tentang tebusan dari Allah SWT berupa
korban yang besar. Hatinya penuh dengan gelora cinta. Nabi Ibrahim tidak mampu
menghitung pujian yang harus ditujukan kepada Tuhannya. Matanya berlinangan air
mata sebagai bukti rasa terima kasih dan syukur kepada Allah SWT. Mulailah
butiran-butiran air matanya bercucuran. Nabi Ibrahim mengingat Ismail dan mulai
rindu kepadanya.
Dalam situasi seperti itu, turunlah malaikat (Jibril, Israfil, dan
Mikail) ke bumi Jibril. Mereka berubah wujud menjadi manusia yang indah dan
tampan. Mereka memegang misi dan tugas khusus. Mereka berjalan di depan Nabi
Ibrahim dan menyampaikan berita gembira padanya, kemudian mereka akan
mengunjungi kaum Nabi Luth dan memberikan hukum atas kejahatan kaumnya. Melihat
wajah-wajah yang bersinar itu, Nabi Ibrahim tercengang dan mengangkat
kepalanya. Nabi Ibrahim tidak mengenal mereka. Mereka mengawali ucapan salam.
Dan Nabi Ibrahim membalas salam mereka. Nabi Ibrahim bangkit dari tempatnya dan
menyambut mereka. Nabi Ibrahim mempersilakan mereka masuk ke dalam rumahnya.
Nabi Ibrahim mengira bahawa mereka adalah tamu- tamu asing. Nabi Ibrahim
mempersilakan mereka duduk, dan kemudian ia meminta izin kepada mereka untuk keluar
dan menemui keluarganya. Sarah, isterinya, bangun ketika Nabi Ibrahim masuk
menemuinya. Saat itu Sarah sudah mulai tua dan rambutnya mulai memutih.
Nabi Ibrahim berkata kepada isterinya: "Aku dikunjungi oleh
tiga orang asing." isterinya bertanya: "Siapakah mereka?" Nabi
Ibrahim menjawab: "Aku tidak mengenal mereka. Sungguh wajah mereka sangat
aneh. Tak ragu lagi, mereka pasti datang dari tempat yang jauh, tetapi pakaian
mereka tidak menunjukkan mereka berasal dari daerah yang jauh. Oh ya, apakah
ada makanan yang dapat kita berikan kepada mereka?" Sarah berkata:
"Separuh daging kambing." Nabi Ibrahim berkata: "Hanya separuh
daging kambing. Kalau begitu, sembelihlah satu kambing yang gemuk. Mereka
adalah tamu-tamu yang istimewa. Mereka tidak memiliki haiwan tunggangan atau
makanan. Barangkali mereka lapar, atau barangkali mereka orang-orang yang tidak
mampu."
Nabi Ibrahim memilih satu kambing besar dan memerintahkan untuk
disembelih serta menyebut nama Allah SWT saat menyembelihnya. Kemudian
disiapkanlah makanan. Setelah siap, Nabi Ibrahim memanggil tamu-tamunya untuk
makan. isterinya membantu untuk melayani mereka dengan penuh kehormatan. Nabi
Ibrahim mengisyaratkan untuk menyebut nama Allah SWT, kemudian Nabi Ibrahim
mulai mengawali untuk memakan agar mereka juga mulai makan.
Nabi Ibrahim adalah orang yang sangat dermawan dan beliau
mengetahui bahawa Allah SWT pasti membalas orang-orang yang dermawan.
Barangkali di rumahnya tidak ada haiwan lain selain kambing itu, tetapi kerana
kedermawanannya, beliau pun menghidangkan kambing itu untuk tamunya. Nabi
Ibrahim memperhatikan sikap tamu-tamunya, namun tak seorang pun di antara
tamunya yang menghulurkan tangan. Nabi Ibrahim mendekatkan makanan itu kepada
mereka sambil berkata: "Mengapa kalian tidak makan?" Nabi Ibrahim
kembali ke tempatnya sambil mencuri pandangan, tapi lagi-lagi mereka masih
tidak memakannya. Saat itu Nabi Ibrahim merasakan ketakutan.
Dalam tradisi kaum Badui diyakini bahawa tamu yang tidak mahu
makan hidangan yang disajikan oleh tuan rumah, maka ini bererti bahawa ia
hendak berniat jelek pada tuan rumah. Nabi Ibrahim kembali berfikir dengan penuh
kehairanan melihat sikap tamu-tamunya. Nabi Ibrahim kembali berfikir, bagaimana
tamu-tamu itu secara mendadak menemuinya di mana ia tidak melihat mereka
sebelumnya kecuali setelah mereka ada di hadapannya. Mereka tidak memiliki
binatang tunggangan yang menghantarkan mereka. Mereka juga tidak membawa bekal
perjalanan. Wajah-wajah mereka sangat aneh baginya. Mereka adalah para musafir,
tetapi anehnya tidak ada bekas debu perjalanan. Kemudian Nabi Ibrahim mengajak
mereka makan, lalu mereka duduk di atas meja makan tetapi mereka tidak makan
sedikit pun. Bertambahlah ketakutan Nabi Ibrahim.
Beliau mengangkat pandangannya, lalu beliau mendapati isterinya
Sarah berdiri di hujung kamar. Melalui pandangannya yang membisu, Nabi Ibrahim
hendak mengatakan bahawa ia merasa takut terhadap tamu- tamunya, namun wanita
itu tidak memahaminya. Nabi Ibrahim berfikir bahawa tamu-tamunya itu berjumlah
tiga orang dan mereka tampak masih muda-muda sedangkan ia sudah tua. Para
malaikat dapat membaca fikiran yang bergolak dalam diri Nabi Ibrahim. Salah
seorang malaikat berkata padanya: "Janganlah engkau takut." Nabi
Ibrahim mengangkat kepalanya dan dengan penuh kejujuran ia berkata: "Aku
mengakui bahawa aku merasa takut. Aku telah mengajak kalian untuk makan dan telah
menyambut kalian, tapi kalian tidak mahu memakannya. Apakah kalian mempunyai
niat buruk kepadaku?" Salah seorang malaikat tersenyum dan berkata:
"Kita tidak makan wahai Ibrahim, kerana kita adalah malaikat-malaikat
Allah SWT dan kami telah diutus kepada kaum Luth."
Mendengar semua itu, isteri Nabi Ibrahim tertawa. Ia berdiri
mengikuti dialog yang terjadi antara suaminya dan mereka. Salah seorang
malaikat menoleh kepadanya dan memberinya khabar gembira tentang kelahiran
Ishak. Allah SWT memberimu khabar gembira dengan kelahiran Ishak. Wanita tua
itu dengan penuh kehairanan berkata:
"Sungguh menghairankan, apakah aku akan melahirkan anak
padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamiku pun dalam keadaan
yang sangat tua pula?" (QS. Hud: 72)
Dan salah seorang malaikat kembali berkata kepadanya:
"Dan sesudah Ishak (lahir pula) Ya'qub." (QS. Hud: 71)
Engkau akan menyaksikan kelahiran cucumu. Bergolaklah berbagai
perasaan dalam had Nabi Ibrahim dan isterinya. Suasana di kamar pun berubah dan
hilanglah rasa takut dari Nabi Ibrahim. Kemudian hatinya dipenuhi dengan
kegembiraan. isterinya yang mandul berdiri dalam keadaan gementar, kerana
berita gembira yang dibawa oleh para malaikat itu cukup menggoncangkan jiwanya.
Ia adalah wanita yang tua dan mandul dan suaminya juga laki-laki tua, maka
bagaimana mungkin, padahal dia adalah wanita tua. Di tengah-tengah berita yang
cukup menggoncangkan tersebut, Nabi Ibrahim bertanya:
"Apakah kamu memberi khabar gembira kepadaku padahal usiaku
telah lanjut, maka dengan cara bagaimanakah (terlaksananya) berita gembira yang
kamu khabarkan ini?" (QS. al-Hijr: 54)
Apakah beliau ingin mendengarkan khabar gembira untuk kedua
kalinya, ataukah ia ingin agar hatinya menjadi tenang dan mendengar kedua
kalinya kurnia dari Allah SWT padanya? Ataukah Nabi Ibrahim ingin menampakkan
kegembiraannya kedua kalinya? Para malaikat menegaskan padanya bahawa mereka
membawa berita gembira yang penuh dengan kebenaran.
"Mereka menjawab: 'Kami menyampaikan khabar gembira kepadamu
dengan benar, maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang berputus
asa.'" (QS. al-Hijr: 55)
"Ibrahim berkata: 'Tidak ada orang yang berputus asa dari
rahmat Tuhannya,
kecuali orang-orang yang sesat.'" (QS. al-Hijr: 56)
Para malaikat tidak memahami perasaan kemanusiaannya, maka mereka
melarangnya agar jangan sampai berputus asa. Nabi Ibrahim memahamkan mereka
bahawa ia tidak berputus asa tetapi yang ditampakkannya hanya sekadar
kegembiraan. Kemudian isteri Nabi Ibrahim turut bergabung dalam pembicaraan
bersama mereka. la bertanya dengan penuh kehairanan: "Apakah aku akan
melahirkan sementara aku adalah wanita yang sudah tua. Sungguh hal ini sangat
menghairankan." Para malaikat menjawab:
"Para malaikat itu berkata: 'Apakah kamu merasa hairan
tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya,
dicurahkan atas kamu, hai Ahlul bait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha
Pemurah.'" (QS. Hud: 73)
Berita gembira itu bukan sesuatu yang sederhana dalam kehidupan
Nabi Ibrahim dan isterinya. Nabi Ibrahim tidak mempunyai anak kecuali Ismail di
mana ia meninggalkannya di tempat yang jauh, di Jazirah Arab. isterinya Sarah
selama puluhan tahun bersamanya dan tidak memberinya anak. Ia sendiri yang
menikahkan Nabi Ibrahim dengan pembantunya, Hajar. Maka dari Hajar lahirlah
Ismail, sedangkan Sarah tidak memiliki anak. Oleh kerana itu, Sarah memiliki
kerinduan besar terhadap anak.
Para malaikat berkata padanya: "Sesungguhnya itu terjadi
dengan kehendak Allah SWT. Demikianlah yang diinginkan-Nya kepadanya dan pada
suaminya." Kemudian saat ia berusia senja, ia mendapatkan khabar gembira
di mana ia akan melahirkan seorang anak, bukan anak biasa tetapi seorang anak
yang cerdas. Bukan ini saja, para malaikat juga menyampaikan kepadanya bahawa
anaknya akan mempunyai anak (cucunya) dan ia pun akan menyaksikannya. Wanita
itu telah bersabar cukup lama kemudian ia memasuki usia senja dan lupa. Lalu
datanglah balasan Allah SWT dengan tiba-tiba yang menghapus semua ini. Air
matanya berlinang saat ia berdiri kerana saking gembiranya. Sementara itu Nabi
Ibrahim as merasakan suatu perasaan yang menghairankan. Hatinya dipenuhi dengan
kasih sayang dan kedekatan. Nabi Ibrahim mengetahui bahawa ia sekarang berada
di hadapan suatu nikmat yang ia tidak mengetahui bagaimana harus mensyukurinya.
Nabi Ibrahim segera bersujud. Saat itu anaknya Ismail ada di sana
namun ia jauh darinya sehingga tidak melihatnya. Ismail ada di sana atas
perintah Allah SWT di mana Dia memerintahkannya untuk membawa anaknya bersama
ibunya dan meninggalkan mereka di suatu lembah yang tidak memiliki tanaman dan
air. Demikianlah perintah tersebut tanpa ada keterangan yang lain. Nabi Ibrahim
melaksanakan perintah tersebut dengan tulus, dan beliau hanya berdakwah dan
menyembah Allah SWT. Allah SWT memberinya khabar gembira saat beliau menginjak
usia tua dengan kelahiran Ishak dari isterinya Sarah, dan setelah kelahirannya
disusul dengan kelahiran Yakub. Nabi Ibrahim bangun dari sujudnya lalu
pandangannya tertuju pada makanan. Ia merasa tidak mampu lagi melanjutkan makan
kerana saking gembiranya. Ia memerintahkan pembantunya untuk mengangkat
makanan, lalu beliau menoleh kepada para malaikat. Hilanglah rasa takut Nabi
Ibrahim dan keresahannya menjadi tenang. Nabi Ibrahim mengetahui bahawa mereka
diutus pada kaum Luth sedangkan Luth adalah anak saudaranya yang tinggal
bersamanya di tempat kelahirannya.
Nabi Ibrahim mengetahui maksud pengutusan para malaikat pada Luth
dan kaumnya. Ini bererti akan terjadi suatu hukuman yang mengerikan. Karakter
Nabi Ibrahim yang penyayang dan lembut menjadikannya tidak mampu menahan
kehancuran suatu kaum. Barangkali kaum Luth akan bertaubat dan masuk Islam
serta menaati perintah rasul mereka. Nabi Ibrahim mulai mendebat para malaikat
tentang kaum Luth. Nabi Ibrahim berbicara kepada mereka, bahawa boleh jadi
mereka akan beriman dan keluar dari jalan penyimpangan. Namun para malaikat
memahamkannya bahawa kaum Luth adalah orang-orang yang jahat, dan bahawa tugas mereka
adalah mengirim batu-batuan yang panas dari sisi Tuhan bagi orang-orang yang
melampaui batas.
Setelah para malaikat menutup pintu dialog itu, Nabi Ibrahim
kembali berbicara kepada mereka tentang orang-orang mukmin dari kaum Luth. Ia
bertanya kepada mereka: "Apakah kalian akan menghancurkan suatu desa yang
di dalamnya terdapat tiga ratus orang mukmin?" Para malaikat menjawab:
"Tidak." Nabi Ibrahim mulai mengurangi jumlah orang-orang mukmin dan
ia bertanya lagi kepada mereka: "Apakah desa itu akan dihancurkan
sementara masih ada sejumlah orang-orang mukmin ini." Para malaikat
menjawab: "Kami lebih mengetahui orang-orang yang ada di dalamnya."
Kemudian mereka memahamkannya bahawa perkara tersebut telah ditetapkan dan
bahawa kehendak Allah SWT telah diputuskan untuk menghancurkan kaum Luth. Para
malaikat memberi pengertian kepada Nabi Ibrahim agar beliau tidak terlibat
lebih jauh dalam dialog itu kerana Allah SWT telah memutuskan perintah-Nya
untuk mendatangkan azab yang tidak dapat ditolak, suatu azab yang tidak dapat
dihindari dengan pertanyaan Nabi Ibrahim. Namun pertanyaan Nabi Ibrahim itu
berangkat dari seorang Nabi yang sangat penyayang dan penyantun. Allah SWT
berfirman:
"Dan sesungguhnya utusan-utusan kami (malaikat-malaikat)
telah datang kepada Ibrahim dengan membawa khabar gembira, mereka mengucapkan:
'Salamun' (Selamatlah), maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging
anak sapi yang dipanggang. Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak
menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut kepada
mereka. Malaikat itu berkata: 'Janganlah kamu takut, sesungguhnya kami adalah
(malaikat-malaikat) yang diutus kepada kaum Luth. Dan isterinya berdiri (di
balik tirai) lalu dia tersenyum. Maka kami sampaikan kepadanya khabar gembira
tentang (kelahiran) Ishak dan dari Ishak (akan lahir puteranya) Yakub.
isterinya berkata: 'Sungguh menghairankan, apakah aku akan melahirkan anak
padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamiku pun dalam keadaan
yang sudah tua pula? Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh.' Para
malaikat itu berkata: 'Apakah kamu merasa hairan tentang ketetapan Allah? (Itu
adalah) rahmat Allah dan keberkatan- Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlul bait!
Sesungguhnya Allah Maha Pemurah lagi Maha Terpuji.' Maka tatkala rasa takut itu
hilang dari Ibrahim dan berita gembira telah datang kepadanya, dia pun bersoal
jawab dengan (malaikat-malaikat) Kami tentang kaum Luth. Sesungguhnya Ibrahim
itu benar-benar seorang yang penyantun lagi penghiba dan suka kembali kepada
Allah. Hai Ibrahim, tinggalkanlah soal jawab ini sesungguhnya telah datang
ketetapan Tuhanmu, dan sesungguhnya mereka itu akan didatangi azab yang tidak
dapat ditolak." (QS. Hud: 69-76)
No comments:
Post a Comment